Nama : Debby Arie Irawan
NIM : 041148994
Mata Kuliah : Komunikasi Antar Budaya
Tugas 3. Jawaban :
Secara formal, budaya didefinisikan oleh E.B. Tylor (1871) sebagai kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh masyarakat sebagai anggota masyarakat.
Terjadinya konfilk antar suku atau entis ini sering terjadi di Indonesia karena beberapa hal, seperti :
1. Menilai perbedaan secara negatif ; Kita hidup dan tinggal di Indonesia dengan semboyan negara yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu. Segala macan etnis dan suku ada di Indoneisa ; Sunda, Jawa, Dayak, Bugis, Madura dan lain-lain. Bilamana setiap masyarakat dengan berbeda suku saling menilai perbedaan dengan arti negatif maka akan menimbulkan perpecahan antar suku bangsa.
2. Melanggar adat kebiasan kultural ; Setiap kultur mempunyai aturan komunikasi sendiri-sendiri. Aturan ini menetapka mana yang patuh dan mana yang tidak patuh.
3. Mengabaikan perbedaan antara individu dan kelompok yang secara kultural berbeda ; Barangkali hambatan yang paling lazim adalah bilamana kita menganggap bahwa yang ada hanya kesamaan dan bukan perbedaan.
Contoh ; Konflik antara Suku Dayak dan Suku Madura di Kalimantan.
Pada tahun 2001 terjadinya kejadian yang sangat mengenaskan antara Suku Dayak dan Suku Madura. Latar belakang perselisihan ini terjadi adalah program transmigrasi yang dicanangkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1930 penduduk Madura pindah dan menginjakan kaki di Kalimantan.
Hingga tahun 2000, transmigran asal Madura telah membentuk 21 persen populasi Kalimantan Tengah. Suku Dayak mulai merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari Madura. Hukum baru juga telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri komersial di provinsi tersebut, seperti perkayuan, penambangan, dan perkebunan. Hal tersebut menimbulkan permasalahan ekonomi yang kemudian menjalar menjadi kerusuhan antarkeduanya. Insiden kerusuhan terjadi tahun 2001. Kericuhan bermula saat terjadi serangan pembakaran sebuah rumah Dayak. Menurut rumor warga Madura lah yang menjadi pelaku pembakaran rumah Dayak tersebut. Sesaat kemudian, warga Dayak pun mulai membalas dengan membakar rumah-rumah orang Madura. Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan guna mempertahankan diri setelah beberapa warga Dayak diserang. Disebutkan juga bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok warga Madura setelah sengketa judi di Desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.
Pada 18 Februari 2001 suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi menahan seorang pejabat lokal yang diduga sebagai salah satu dalang di balik serangan ini. Orang yang ditahan tersebut diduga membayar enam orang untuk memprovokasi kerusuhan di Sampit. Kemudian, ribuan warga Dayak mengepung kantor polisi di Palangkaraya sembari meminta pembebasan para tahanan. Permintaan mereka dikabulkan oleh polisi pada 28 Februari 2001, militer berhasil membubarkan massa Dayak dari jalanan. Dari Konflik Sampit ini sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak. Konflik Sampit sendiri mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan, mengevakuasi warga, dan menangkap provokator. Untuk memperingati akhir konflik ini, dibuatlah perjanjian damai antara suku Dayak dan Madura. Guna memperingati perjanjian damai tersebut, maka dibentuk sebuah tugu perdamaian di Sampit.